Tahun Gereja II Andar Ismail II Selamat Berbakti II 33 Renungan Tentang Ibadah II Pdt. Daud Sembiring

Tahun Gereja II Andar Ismail II Selamat Berbakti II 33 Renungan Tentang Ibadah II Pdt. Daud Sembiring

“Tahun Gereja”

_______________________

Tiap Minggu kita beribadah. Apa tidak bosan? Memang membosankan kalau hanya terjadi itu itu saja. Oleh sebab itu kita mempergunakan tahun gereja atau tahun liturgi. Dengan tahun gereja, 52 Minggu ibadah berganti-ganti corak mengikuti masa.

Tahun gereja dimulai dengan Masa Adven (latin: adventus= kedatangan) yang terdiri dari empat hari Minggu sebelum tanggal 25 Desember. Masa Adven bermaksud ganda, yaitu menciptakan suasana penantian untuk menyambut kedatangan Yesus sebagai bayi dan kedatanan Yesus sebagai “Hakim atas yang hidup dan yang mati” (Kis. 10:42). Ibadahnya diawali dengan penyalaan lilin Adven. Empat lilin besar di pasang di Mesbah. Satu lilin dinyalakan pada Minggu Adven I, dua lilin pada Minggu Adven II, dan seterusnya.

Sesudah itu, tibalah Masa Natal. Sudah tentu awalnya adalah ibadah Natal yang menurut tradisi yang paling luas diselenggarakan pada tanggal 24 Desember tengah malam. Masa Natal berlangsung selama dua minggu sampai hari Epifani.

Hari Epifani (Yunani: ephipaneia = Penyataan) pada tanggal 6 Januari dimaksud untuk mensyukuri awal penyataan Allah dalam diri Yesus. Ada tradisi Ephifani yang mengacu pada hari kedatangan para Majus, tetapi sebenarnya Epifani lebih mengacu kepada baptisan Yesus atau pada mukjijat pertama di Kana yang dicatat “sebagai pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu IA telah menyatakan (Yunani: ephanerosen) kemuliaan-Nya” (Yoh. 2:11). Epifani mensyukuri Yesus yang memanifestasikan Allah; atau lebih tepat lagi mensyukuri Allah yang memanifestasikan diri dalam pribadi dan pekerjaan Yesus. Sebab itu Epifani disebut juga Teofani (= penyataan Allah). Masa Epifani berlangsung selama empat minggu. Hari minggu yang pertama dipergunakan untuk merayakan baptisan Tuhan (lih. Mark. 1:9-11). Selanjutnya hari minggu seusai Masa Epifani ini disebut Minggu Pemuliaan Tuhan (lih. Mrk. 9:2-13).

Sesudah itu menyusul Masa Pra-Paskah yang berlangsung selama lima hari minggu. Selama masa Pra-Paskah kita diajak bagaikan ikut rombongan Yesus dalam perjalanan-Nya yang terakhir menuju Yerusalem.

Hari minggu yang menyusul yaitu yang ke enam adalah Hari Minggu Palem untuk mengenang sambutan orang banyak yang melambai-lambaikan daun palem pada waktu Yesus memasuki Yerusalem (lih. Yoh 12:13). Pada Minggu Palem biasanya gereja di hias dengan ranting-ranting palem. Ada juga kelaziman umat datang dengan membawa setangkai daun palem. Menarik juga diperhatikan bahwa menurut Wahyu Yohanes kelak semua orang percaya juga melambaikan daun palem Ketika berkumpul di depan tahta Kristus (lih. Why. 7:9)

Hari-hari antara Minggu Palem dengan Paskah disebut Minggu Kudus. Dalam Minggu Kudus kita memperingati Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Sunyi. Tidak ada lilin yang dinyalakan selama Minggu Kudus ini untuk menolong umat merasakan suasana duka. Lalu besoknya pada hari waktu masih subuh tiba-tiba kesunyian berubah menjadi sorak-sorai Paskah.

Tujuh hari Minggu sesudah Paskah disebut Minggu-minggu Paskah. Pada hari Kamis menjelang hari Minggu ke tujuh adalah hari Kenaikan Tuhan. Sembilan hari setelah itu kita merayakan Pentakosta. Sembilan malam yang ada antara Kenaikan dan Pentakosta disebut Novena yang ditandai dengan ibadah pribadi yang bernuansa teduh.

Hari Minggu segera setelah Pentakosta disebut Minggu Trinitas untuk merayakan sifat Tritunggal Allah.

Setelah itu masa selama sekitar enam bulan disebut Minggu-minggu biasa atau juga Masa Kerajaan Allah. Masa ini berakhir dengan hari Minggu Kristus Raja tepat satu minggu sebelum Minggu Adven I. Dengan begitu genaplah tahun gereja.

Keanekaan masa -masa dalam tahun gereja juga ditandai dengan perbedaan dominasi warna pada peralatan ibadah seperti taplak mimbar, lilin,  bunga, stola (slendang panjang ke lutut) yang dipakai para pelayan liturgi, jubah paduan suara dan sebagainya. Ungu dipergunakan untuk suasana penenatian dimasa Adven. Biru dan kelabu digunakan untuk suasana penyesalan dan pertobatan seperti Masa Pra-Paskah dan Minggu Kudus. Putih dan kuning keemas an digunakan untuk ibadah yang menekankan Kristologi seperti Masa Natal, Masa Epifani, Baptisan Tuhan, dan Minggu-minggu Paskah. Merah dipergunakan untuk ibadah yang berkaitan dengan Roh Kudus. Hijau digunakan untuk Masa Epifani atau Minggu-minggu biasa.

Tiap masa bahkan tiap hari Minggu mempunyai corak yang berbeda yang ditandai oleh jenis nyanyian, pembacaan Masmur, doa, pembacaan Alkitab, dan rumus liturgi yang berbeda-beda pula. Pokok bahasan khotbah juga berganti-ganti. Dengan mematuhi tahun gereja pokok bahasan Khotbah tidak berputar disitu-situ saja.

Namun tujuan tahun gereja bukanlah sekedar mencegah pengulangan dan kebosanan. Ada maksud yang lebih mendalam. Dengan menapaki tahun gereja kita belajar melihat dan memahami karya Kristus sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Dengna mengikuti tahun gereja kita melakukan napak tilas atau menempuh ulang penampakan historis Yesus dari Masa advent sampai kenaikan; dan penampakan sakramental Yesus dari kenaikan sampai Minggu Kristus Raja. Dengan tahun gereja kita terhindar dari praktek ibadah yang terpenggal-penggal. Dengan tahun gereja salib Jumat Agung sudah membayang di belakang palungan Natal; dan sebaliknya tanda-tanda Epifani menjadi jelas artinya dilihat dari kubur kosong Paskah. Semua itu sambung menyambung menjadi satu lingkaran besar sejarah keselamatan.

Sebab itu, sudah sejak abad 4 dan 5 liturgi dan tahun gereja menjadi alat Pendidikan Agama Kristen yang menolong umat memahami bahwa ibadah bukanlah usaha kita melainkan pemberian Allah dalam rangka sejarah keselamatan. Pakar liturgika James White menulis dalam introduction to Christian Worship: “The Liturgical year both underscores the futulity of our efforts and exults in God’s victories for us.”

Tiap hari minggu kita beribadah. Tetapi kita tidak bosan dan berputar-putar di situ juga sebab tiap minggu kita maju lagi, terbawa oleh arus pekerjaan Allah yang terus bersinambung dan arus anugerah Kristus yang terus mengalir.

 

Sumber: Andar Ismail, Selamat Berbakti, 33 Renungan Tentang Ibadah, BPK-GM

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published.